Makna Hari Ulang Tahun

Ulang Tahun merupakan kejadian dimana umur kita bertambah 1 tahun, tetapi selain itu bisa juga dikatakan masa hidup kita berkurang 1 tahun.
Pada saat ulang tahun, kita pasti akan merasa sangat senang. Tapi setelah dipikir lebih mendalam, apa yang kita senangi disaat itu? Apakah kita senang karena diucapkan selamat ulang tahun? Atau karena tanggal lahir kita diingat oleh orang lain? Kesenangan seperti itu hanyalah kesenangan duniawi/kesenangan sesaat.

Kesenangan yang seharusnya kita cari adalah kesenangan yang hakiki. Bukan berarti kita tidak boleh menikmati kesenangan duniawi tersebut. Kesenangan duniawi boleh kita lakukan asal diimbangi oleh kesenangan hakiki tersebut juga.
Contoh dari kesenangan hakiki tersebut adalah seperti perasaan kita merasakan senang saat berbuat kebajikan terhadap makhluk lain.

Menurut pandangan buddhist, kita seharusnya merasa senang saat berulang tahun adalah karena kita beruntung sudah terlahir sebagai manusia. Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan satu-satunya kehidupan tempat kita menambah kebajikan kita. Jadi saat itu juga kita memiliki kesempatan untuk menanam benih-benih kebajikan kita untuk kehidupan yang akan datang.

Berbuat kebajikan janganlah ditunda-tunda. Jika kita sekarang merasa sehat dan mampu berbuat kebajikan, maka lakukanlah. Andai kata jika kita menundanya sampai tua, apakah kita masih dapat melakukan kebajikan lagi?
Kemungkinannya sangat kecil, karena pada saat tua tubuh kita mulai mengalami sakit dan pada saat itu juga kita tidak mampu melakukan kebajikan lagi.

Makna Hari Raya Kathina

Dana di Hari Kathina
Hari raya Kathina merupakan salah satu hari raya dalam Agama Buddha.
Perayaan hari Kathina diadakan sebagai ungkapan perasaan terima kasih umat Buddha kepada anggota Sangha yang telah menjalankan masa vassa selama tiga bulan di daerah mereka.

Pada perayaan ini umat Buddha mempersembahkan dana berupa barang keperluan Sangha seperti Jubah, Makanan, Obat-obatan, ataupun Tempat Tinggal(Kuti) kepada anggota Sangha. Selain itu kita juga dapat berdana berupa uang.

Hari Kathina ini merupakan hari bhakti umat Buddha kepada Sangha.
Dengan adanya Hari Kathina ini kita dapat menimbun karma-karma baik kita. Dengan ini kita juga dapat melatih Saddha(Keyakinan) kita terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha. Serta dengan berdana dapat melatih diri kita untuk melepas keterikatan atau kemelekatan kita terhadap sesuatu.

Bersyukur dan Menyayangi Berkah

~Bersyukur
Marilah kita bersyukur terhadap kondisi kita saat ini. Sebagai contoh orang yang mengalami cacat fisik. Dia sangat bersyukur terhadap hidupnya sehingga dia berjuang untuk bertahan hidup. Jadi marilah kita mencontoh mereka yang selalu berjuang bertahan hidup mseki memiliki kekurangan.


~Menyayangi Berkah
Kita harus menghargai berkah-berkah yang telah kita peroleh, seperti makanan, listrik, pakaian, listrik, air, dll.
Hargai apa yang kita terima saat ini.


Sebagai contoh banyak orang yang tidak menghargai makanan seperti nasi. Saat kita selesai makan, kita menyisakan satu atau beberapa butir nasi. Mungkin bagi kita 1 butir nasi itu tidak ada artinya. Tapi jika kita pikir lebih jauh. 1 butir tersebut memerlukan waktu yang lama untuk menjadi nasi. Kita perlu menanamnya, merawatnya hingga menjadi beras. Lallu kita perlu memasaknya hingga menjadi nasi.
Dalam 1 butir nasi tersebut dibutuhkan usaha dan perjuangan yang lama. Maka dari itu kita harus menghargai 1 butir nasi tersebut. Janganlah kita menyisakannya. Andaikan kita setiap makan kita menyisakan 1 butir nasi. Maka dalam setahun itu akan ada 365 butir. 365 butir sangatlah berarti sekali bagi orang yang kelaparan.
Jadi hargailah makanan yang kita makan, janganlah menyisakan makanan tersebut. Makanan tersebut merupakan berkah bagi kita sehingga dapat menghilangkan rasa lapar kita.

"Who Am I?" "Siapa Sebenarnya Diriku?"

Jika anda ditanya oleh seseorang siapakah diri anda? Anda pasti akan menunjuk ke arah hidung anda atau ke tubuh anda bahwa "Ini adalah diriku".
Tapi apakah anda pernah berpikir bahwa yang anda tunjuk tersebut adalah diri anda?
Jawaban sebenarnya adalah TIDAK.

Saat anda menunjuk salah satu Tangan anda dan berkata "Ini adalah diriku", dan suatu ketika tangan tersebut terpisah dari diri anda. Apakah anda masih dapat berpikir bahwa itu adalah diri anda? Tidak.
Lalu anda menunjuk salah satu Kaki anda dan berkata "Ini adalah diriku", dan ketika kaki tersebut terpisah dari diri anda. Apakah anda masih dapat berpikir bahwa itu adalah diri anda? Tidak.
Kemudian anda menunjuk Tubuh dan Kepala anda dan berkata "Ini adalah diriku", dan Tubuh dan Kepala tersebut terpisah dari diri anda. Apakah anda masih dapat berpikir bahwa itu adalah diri anda? Pasti Tidak.

Jadi dimanakah diri kita?Siapakah kita?
Jawaban nya diri kita ada di dalam Pikiran kita.


Kita dapat mengetahui keberadaan diri kita ada dalam pikiran kita pada saat kita marah ataupun iri.
Saat marah kita akan terasa sekali kemarahan kita sendiri. Diri kita akan terasa nyata.
Dan saat kita iri, kita akan berpikir "aku ingin sekali itu". Dari sana kita akan tahu bahwa itu adalah diri kita.
Tapi kita tidak pernah berpikir "Siapakah diriku saat itu terjadi? Mengapa saya harus seperti itu?"


Jadi dengan berpikir "Siapakah diriku?" anda dapat menyadari dan akan mengurangi kemarahan ataupun iri tersebut.


Apakah anda pernah berada di depan cermin dan berkata "Siapakah Diriku?" Jika belum maka cobalah. Maka anda akan dapat menurunkan kemarahan anda dan dapat melatih kita agar dapat berpikir lebih jauh.

Kisah Matthakundali

Dhammapada I : 2


Seorang brahmana bernama Adinnapubbaka mempunyai anak tunggal yang amat dicintai dan disayangi bernama Mattakundali. Sayang, Adinnapubbaka adalah seorang kikir dan tidak pernah memberikan sesuatu kepada orang lain. Bahkan perhiasan emas untuk anak tunggalnya dikerjakan sendiri demi menghemat upah yang harus diberikan kepada tukang emas.

Suatu hari, anaknya jatuh sakit, tetapi tidak satu tabibpun diundang untuk mengobati anaknya. Ketika menyadari anaknya telah mendekati ajal, segera ia membawa anaknya keluar rumah dan dibaringkan di beranda, sehingga orang-orang yang berkunjung ke rumahnya tidak mengetahui keadaan itu.

Sebagaimana biasanya, di waktu pagi sekali, Sang Buddha bermeditasi. Setalah selesai, dengan mata Ke-Buddha-an Beliau melihat ke seluruh penjuru, barangkali ada makhluk yang memerlukan pertolongan. Sang Buddha melihat Matthakundali sedang berbaring sekarat di beranda. Beliau merasa bahwa anak itu memerlukan pertolongannya.

Setelah memakai jubahnya, Sang Buddha memasuki kota Savatthi untuk berpindapatta. Akhirnya Beliau tiba di rumah brahmana Adinnapubbaka. Beliau berdiri di depan pintu rumah dan memperhatikan Matthakundali. Rupanya Matthakundali tidak sadar sedang diperhatikan. Kemudian Sang Buddha memancarkan sinar dari tubuh-Nya, sehingga mengundang perhatian Matthakundali, brahmana muda.

Ketika brahmana muda melihat Sang Buddha timbullah keyakinan yang kuat dalam batinnya. Setelah Sang Buddha pergi, ia meninggal dunia dengan hati yang penuh keyakinan terhadap Sang buddha dan terlahir kembali di alam surga Tavatimsa.

Dari kediamannya di surga, Matthakundali melihat ayahnya berduka-cita atas dirinya di tempat kremasi. Ia merasa iba. Kemudian ia menampakkan dirinya sebagaimana dahulu sebelum ia meninggal, dan memberitahu ayahnya bahwa ia telah terlahir di alam surga Tavatimsa karena keyakinannya kepada Sang Buddha. Maka ia menganjurkan ayahnya mengundang dan berdana makanan kepada Sang Buddha.

Brahmana Adinnapubbaka mengundang Sang Buddha untuk menerima dana makanan.

Selesai makan, ia bertanya, "Bhante, apakah seseorang dapat, atau tidak dapat, terlahir di alam surga; hanya karena berkeyakinan terhadap Buddha tanpa berdana dan tanpa melaksanakan moral (sila)?"

Sang Buddha tersenyum mendengar pertanyaan itu. Kemudian Beliau memanggil dewa Matthakundali agar menampakkan dirinya. Matthakundali segera menampakkan diri, tubuhnya dihiasi dengan perhiasan surgawi, dan menceritakan kepada orang tua dan sanak keluarganya yang hadir, bagaimana ia dapat terlahir di alam surga Tavatimsa. Orang-orang yang memperhatikan dewa tersebut menjadi kagum, bahwa anak brahmana Adinnapubbaka mendapatkan kemuliaan hanya dengan keyakinan terhadap Sang Buddha.

Pertemuan itu diakhiri oleh Sang Buddha dengan membabarkan syair kedua berikut ini:

Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu,
Pikiran adalah pemimpin,
Pikiran adalah pembentuk.
Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni,
maka kebahagiaan akan mengikutinya bagaikan bayang-bayang
yang tak pernah meninggalkan bendanya.


Pada akhir khotbah Dhamma itu, Matthakundali dan Adinnapubbaka langsung mencapai tingkat kesucian sotapatti. Kelak, Adinnapubbaka mendanakan hampir semua kekayaannya bagi kepentingan Dhamma.

Kisah Meghiya Thera

Dhammapada III : 33-34


Pada suatu waktu Meghiya Thera menghadap Sang Buddha dan tinggal beberapa waktu di sana. Pada suatu kesempatan, dalam perjalanan pulang setelah menerima dana makanan, Meghiya Thera tertarik pada hutan mangga yang menyenangkan dan indah.

"Hutan ini demikian indah dan tenang, cocok untuk tempat berlatih meditasi", demikian pikirnya.

Setibanya di vihara, ia segera menghadap Sang Buddha dan meminta ijin agar diperbolehkan segara pergi ke sana.

Mulanya, Sang Buddha meminta dia agar menundanya untuk beberapa waktu, karena dengan hanya menyenangi tempat saja tidak akan menolong memajukan meditasi.

Tetapi Meghiya Thera ingin segera pergi, lalu ia mengulangi dan mengulangi lagi permohonannya. Akhirnya Sang Buddha mengatakan agar melakukan apa yang dia inginkan.

Segera Meghiya Thera pergi ke hutan mangga, duduk di bawah pohon dan berlatih meditasi. Tetapi pikirannya berkeliaran terus, tanpa tujuan, dan sukar berkonsentrasi.

Sore harinya, dia kembali dan melapor kepada Sang Buddha mengapa sepanjang waktu pikirannya dipenuhi nafsu indria, pikiran jahat dan pikiran kejam (kama vitakka, byapada vitakka, dan vihimsa vitakka).

Atas pertanyaan itu Sang Buddha kemudian membabarkan syair 33 dan 34 berikut ini:


Pikiran itu mudah goyah dan tidak tetap
Pikiran susah dikendalikan dan dikuasai.
Orang bijaksana meluruskan nya bagaikan seorang pembuat panah meluruskan anak panah.

Bagaikan ikan yang dikeluarkan dari air dan dilemparkan ke atas tanah,
Pikiran itu selalu menggelepar.
Maka dari itucengkeraman dari Mara harus ditaklukkan.

Meghiya Thera mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.